Rabu, 24 November 2010

Analisis Indikator Pendidikan Nonformal

B. Analisis Indikator  Pendidikan Nonformal

Indikator pendidikan merupakan salah satu dari sejumlah faktor yang sangat penting dalam upaya mendeteksi tercapainya cita-cita dari sistem pendidikan nasional. Indikator pendidikan dapat digunakan sebagai early warning terhadap permasalahan pendidikan yang ada di lapangan. Indikator pendidikan nonformal disusun untuk mengetahui kinerja suatu daerah dengan mendasarkan pada data kuantitatif pendidikan. Kinerja pendidikan diukur dengan menggunakan tiga kebijakan yang terdiri dari
1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, serta
3) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.
Penggabungan ketiga pilar kebijakan tersebut menghasilkan akuntabilitas kinerja program pembangunan pendidikan.
Berdasarkan ketiga pilar kebijakan tersebut, disusun empat jenis indikator, yaitu 1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2) peningkatan mutu, relevansi pendidikan, 3) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra pendidikan berdasarkan efisiensi internal pendidikan, serta 4) akuntabilitas kinerja program pembangunan.
Indikator Pendidikan yang akan digunakan dalam penulisan buku profil pendidikan nonformal ini adalah Indikator Pemerataan dan Perluasan Pendidikan Nonformal serta Indikator Mutu dan Relevansi Pendidikan Nonformal.

1. Pemerataan dan Perluasan Pendidikan Nonformal
Analisis pemerataan dan perluasan akses pendidikan nonformal digunakan untuk mengukur perluasan kesempatan belajar pada suatu daerah. Pemerataan dan perluasan pendidikan nonformal dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan pada semua program pendidikan nonformal tanpa membedakan jenis kelamin, status sosial ekonomi, agama, dan lokasi geografis. Kebijakan sasaran ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang merata dalam pelayanan pendidikan nonformal untuk semua segmen masyarakat.
Berdasarkan data yang terjaring dari kuesioner profil pendidikan nonformal, bisa diketahui bahwa kondisi pendidikan nonformal di Kab. Sumedang telah terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan adanya program-program pendidikan nonformal yang meliputi Pendidikan Anak Usia Dini, Kesetaraan, Kursus dan Taman Bacaan Masyarakat.
Jumlah lembaga terbanyak terdapat pada program PAUD sejumlah 61.%, sedangkan yang terendah terdapat pada program PKH sejumlah 3..%. Persentase lembaga pada program kesetaraan perlu mendapatkan perhatian mengingat posisi Kab. Sumedang  sebagai salah satu kantong buta aksara. Pembinaan dan pengembangan yang baik diharapkan bisa mengantarkan kabupaten tersebut pada kondisi tuntas aksara.
Menilai pemerataan dan perluasan akses pendidikan nonformal, terdapat enam indikator kunci yang digunakan, yaitu 1) Angka Partisipasi Kasar (APK), 2) Rasio Pendidik per Lembaga, 3) Peserta Didik per Pendidik, 4) Persentase Lulusan, 5) Perbandingan Gender Peserta Didik, dan 6) Persentase Usia Peserta Didik.
T

2.1. APK dan Rasio Pendidikan Nonformal
            Berdasarkan Rencana Strategi Pembangunan Pendidikan tahun 2005-2009, diperlukan indikator pendidikan yang dapat menilai kemajuan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal. Oleh karena itu, indikator pendidikan nonformal yang sesuai dengan Rencana Strategi Pembangunan Pendidikan antara lain adalah 1) Angka Buta Aksara, 2) APK Paket C, 3) APK PAUD, 4) Peserta Kecakapan Hidup, 5) Akreditasi Pendidikan Nonformal, dan lainnya.
Dalam profil pendidikan nonformal ini dipaparkan APK Program Kesetaraan, Rasio Pendidika per Lembaga, Rasio Peserta Didik per Pendidik, Angka Lulusan (terhadap Peserta Ujian dari program Keaksaraan Fungsional), Pendidikan Anak Usia Dini (Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak,  SPS), Kesetaraan (Paket A Setara SD, Paket B Setara SMP, dan Paket C Setara SMA), dan Kursus.
Pemilihan indikator-indikator tersebut ditetapkan berdasarkan kondisi data yang tersedia dan bisa dikembangkan lebih dalam pada penyusunan profil pendidikan nonformal berikutnya.
Tabel 14
Jumlah Penduduk   Kab. Sumedang 2010
0-1 Thn: 4,171
2-4 Thn : 8,707
5-6 Thn: 6,399
 Usia 16-18 tahun : 58.461
 Usia 13-15 tahun :56.747 
Usia 7-12 tahun :113.151
19-24 Thn: 15,996
25-44 Thn: 15,996
>45 Thn: 62970

Sumber : Proyeksi Penduduk Kab. Sumedang (BPS Jabar)


Berdasarkan perbandingan APK pada program Kesetaraan di Kab Sumedang, ternyata APK tertinggi terdapat di program Paket B Setara SMP, yaitu sebesar 1.87.%, diikuti oleh program Paket C setara SMA sebesar 0.94.%. Oleh karena itu, APK terendah terdapat di program Paket A Setara SD sebesar 0.31.%.
APK program yang rendah menggambarkan sedikitnya peserta didik yang tertampung pada program tersebut. Hal ini mengindikasikan dua hal, yaitu 1) kurangnya pemerataan dan perluasan akses belajar pada program tersebut dan 2) keberhasilan pendidikan formal yang menyerap sebagian besar peserta didik sehingga hanya tersisa sedikit peserta didik pada program pendidikan nonformal.
Menilai indikator pendidikan nonformal lainnya, yaitu rasio pendidik per lembaga, rasio peserta didik per pendidik, dan rasio peserta didik per lembaga atau kelompok belajar, bisa terlihat kondisi pemerataan yang terdapat pada program pendidikan nonformal.
Rasio pendidik per lembaga menggambarkan ketersediaan jumlah pendidik pada tiap lembaga pada masing-masing program. Semakin banyak jumlah pendidik maka diharapkan pemerataan pendidikan bisa tercapai lebih baik. Rasio terbesar terdapat pada program.PAUD/SPS, yaitu sebesar 4.42, sedangkan yang terendah terdapat pada .PKH, sebesar 1 Hal ini menggambarkan bahwa kondisi pemerataan pendidikan berdasarkan rasio pendidik per lembaga yang masih kurang dan perlu mendapatkan perbaikan.
Rasio peserta didik per pendidik dipergunakan untuk menghitung jumlah rata-rata peserta didik yang ditangani oleh masing-masing pendidik. Hal ini diperlukan untuk menghitung beban mengajar yang diterima oleh pendidik. Selain itu, juga mempengaruhi efektifitas belajar mengajar. Semakin sedikit jumlah peserta didik yang tertanggung oleh pendidik maka semakin efektif suasana belajar mengajar, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan rasio peserta didik per pendidik bisa diketahui bahwa rasio terkecil terdapat pada program SPS, sejumlah .. 2.19.. Adapun yang terbesar terdapat di program Keaksaraan Fungsional... sejumlah . 29.6... Oleh karena itu, program PAUD Sejenis. adalah program yang perlu mendapatkan peningkatan jumlah pendidik agar beban mengajar menjadi berkurang sehingga bisa mendukung efektivitas belajar mengajar.
Rasio peserta didik per lembaga atau per kelompok belajar dipergunakan untuk menghitung jumlah rata-rata peserta didik yang ditangani oleh Lembaga. Hal ini diperlukan untuk menghitung beban mengajar yang diterima oleh lembaga. Berdasarkan rasio peserta didik per lembaga atau kelompok belajar bisa diketahui bahwa rasio terkecil terdapat pada program Paket A., sejumlah 2.9. Adapun yang terbesar terdapat di program Keaksaraan Fungsional. sejumlah 42.7

1.2.. Perbedaan dan Disparitas Gender Peserta Didik
Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang tetapi masih mengandung kesenjangan dalam hal kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan. Ditinjau dari sisi pendidikan, kesenjangan tersebut terasa dengan melihat kondisi masih tingginya angka buta aksara (ABA) perempuan jika dibandingkan dengan ABA laki-laki. Selain itu, semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin rendah partisipasi peserta didik perempuan pada jenjang tersebut.
Selanjutnya, bidang-bidang studi teknologi masih didominasi oleh peserta didik laki-laki, sedangkan peserta didik perempuan cenderung memilih bidang studi kerumahtanggaan atau bidang studi yang sesuai dengan karakteristik keperempuanannya. Oleh karena itu, untuk mencapai kesetaraan dan kesejajaran gender di segala bidang, pengelolaan data berwawasan gender yang dilakukan secara sistematis, teratur dan berkesinambungan merupakan komponen utama karena berdasarkan data dan informasi yang baik kebijakan yang tepat diharapkan dapat ditentukan.
Kondisi perbandingan gender pada pendidikan nonformal di Kab Sumedang disajikan berikut ini. Persentase peserta didik laki-laki pada program KFsecara keseluruhan adalah . 1.8%, lebih kecil daripada peserta didik perempuan yang mencapai 97.8% sehingga menghasilkan perbedaan gender sejumlah 96% dengan kecenderungan lebih banyak perempuan. Oleh karena itu, indeks paritas gender yang dihasilkan adalah 2.597 orang
Pada program kelompok bermain diketahui persentase peserta didik laki-laki sejumlah 46.5...% dan persentase peserta didik perempuan sejumlah 53.5% sehingga menghasilkan perbedaan gender sebesar 7.% dan indeks paritas gender sebesar 2.287 orang Pada program Tempat Penitipan Anak diketahui persentase peserta didik laki-laki sejumlah 53.6.% dan persentase peserta didik perempuan sejumlah 46.4.%, sehingga menghasilkan perbedaan gender sebesar 7.2.% dan indeks paritas gender sebesar .3 orang

Pada program Satuan PAUD Sejenis diketahui persentase peserta didik laki-laki sejumlah 53.6% dan persentase peserta didik perempuan sejumlah 64.3.% sehingga menghasilkan perbedaan gender sebesar 8.6.% dan indeks paritas gender sebesar . 47
Kondisi yang sama terdapat pula pada program kesetaraan yang menunjukkan persentase peserta didik laki-laki yang lebih besar daripada perempuan pada program Paket A, Paket B, dan Paket C, dengan perbedaan gender terbesar pada program Paket C yaitu sejumlah 12.8%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah peserta didik laki-laki jauh lebih besar daripada peserta didik perempuan hingga menghasilkan ketidakseimbangan gender pada program Paket C sejumlah 111 orang


Pada program Paket A Setara SD diketahui persentase peserta didik laki-laki sejumlah 54.4.% dan persentase peserta didik perempuan sejumlah 44.6..% sehingga menghasilkan perbedaan gender sebesar 9.8% dan indeks paritas gender sebesar 31 orang
Pada program Paket B Setara SMP diketahui persentase peserta didik laki-laki sejumlah 55.3.% dan persentase peserta didik perempuan sejumlah 44.7% sehingga menghasilkan perbedaan gender sebesar 10.6% dan indeks paritas gender sebesar 114 orang Pada program Paket C Setara SMA diketahui persentase peserta didik laki-laki sejumlah 56.4.% dan persentase peserta didik perempuan sejumlah 43.6.% sehingga menghasilkan perbedaan gender sebesar 12.8.% dan indeks paritas gender sebesar 111 orang
Kondisi berbeda hanya dialami oleh program kursus yang memperlihatkan persentase peserta didik laki-laki yang lebih besar daripada perempuan, yaitu 66.2..% berbanding. 33.8..%, sehingga menghasilkan perbedaan gender yang sangat tajam sejumlah 32.4..%, dengan indeks paritas gender sebesar 418. Di Kab. Sumedang ternyata peserta didik laki-laki pada program kursus jauh lebih besar daripada peserta didik perempuan. Hal ini perlu ditelusuri lebih dalam untuk melihat penyebab terjadinya kondisi tersebut.
Dari keseluruhan program pendidikan nonformal yang terdapat di Kab.. Sumedang, bisa diketahui bahwa perbedaan gender terbesar terdapat pada program kursus yaitu sebesar 33.8% dan perbedaan gender terkecil terdapat pada program Paket A setara SD, yaitu sejumlah 9.8% Adapun indeks paritas gender yang paling mendekati keseimbangan terdapat Paket B setara SMP sebesar 114 orang dan yang paling tidak seimbang terdapat di kursus sejumlah ..418 orang
Secara keseluruhan persentase peserta didik perempuan lebih besar daripada peserta didik laki-laki yang ditunjukkan oleh data pada 5 program. Kondisi sebaliknya, yaitu persentase peserta didik laki-laki yang lebih besar daripada peserta perempuan hanya terdapat pada 1 program, yaitu kursus. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan studi yang lebih mendalam sehingga bisa diketahui akar permasalahan pendidikan nonformal yang terjadi di Kab. Sumedang. Hal ini dikarenakan, data pendidikan nonformal yang telah diuraikan menunjukkan bahwa belum terjadinya keseimbangan persentasi peserta didik di Kab. Sumedang yang berimbas pada pemerataan pendidikan nonformal.

1.3. Persentase Usia Peserta Didik
Pada jalur pendidikan formal dikenal gerakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang menandaskan pemberlakuan wajib belajar sampai pada tingkat sekolah menengah pertama. Hal ini menggambarkan rentang usia dan waktu yang diperlukan bagi penuntasan wajib belajar. Rentang usia peserta didik usia sekolah pada tingkat SD adalah 7-12 tahun dan SMP adalah 13-15 tahun. Hal ini berarti bahwa pada dari usia 7 sampai 15 tahun seharusnya menjadi waktu yang dipergunakan untuk mengenyam pendidikan.
Dalam jalur pendidikan nonformal, rentang usia tidak diberlakukan bagi pemenuhan kebutuhan belajar. Hal ini sesuai dengan semboyan belajar sepanjang hayat. Akan tetapi, gambaran mengenai usia peserta didik pada masing-masing program diperlukan untuk menilai keterjaringan sasaran program yang ingin diraih.


           
Program PAUD adalah program yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia 0-6 tahun yang dipilah menjadi tiga variabel, yaitu 0-1 tahun, 2-4 tahun, dan 5-6 tahun. Akan tetapi, pada seluruh progam PAUD di Kab. Sumedang yaitu Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak, POS PAUD, dan SPS seluruh peserta didik berada dalam usia 2-4 tahun, sehingga mencapai 85%.
Berdasarkan data, bisa diketahui bahwa hampir seluruh peserta didik pada program Pendidikan Anak Usia Dini (Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak, dan Satuan PAUD Sejenis) berada dalam usia 2-4 tahun.
Program Paket A Setara SD terdiri dari peserta didik berusia 16-18 tahun sejumlah 80.%, usia 19-24 sejumlah 9.% dan yang terbesar berada pada usia >24 tahun, sejumlah 11.%.Persentase usia peserta didik paket B juga paling banyak terdiri dari usia >24 tahun, yaitu sejumlah 86.%, diikuti dengan usia 19-24 tahun sejumlah 3...%, dan 16-18 tahun sejumlah .11.%. Adapun usia peserta didik paket C hanya terdapat pada dua kisaran umur, yaitu 19-24% sejumlah 74.% dan paling banyak di usia >24 tahun sejumlah 26.%.
Rentang usia peserta didik pada program Paket A, Paket B, dan Paket C menunjukkan ketidaksesuaian usia sekolah yang seharusnya memiliki kesetaraan atau mendekati pendidikan formal. Hal ini mencerminkan tingkat keterjaringan usia peserta didik pada program tersebut dan bisa menjadi masukan bagi perencaan kebijakan dan peningkatan program kesetaraan.
Pada program kursus, KBU dan PKBM, jumlah peserta didik menyebar hampir merata di kisaran 7-12 tahun dan >24 tahun. Program kursus dan PKBM lebih banyak terdiri dari peserta didik usia >24 tahun, yaitu sejumlah 62.% dan .25..%. Adapun Program PKH lebih banyak terdiri dari peserta didik usia 19-24 tahun, sejumlah 65%. Dengan melihat komposisi usia peserta didik pada program-program pendidikan nonformal, bisa diketahui bahwa sebagian besar peserta didik berada pada usia >24 tahun. Hal ini bisa menjadi bahan pijakan bagi penyusunan rancangan program yang tepat bagi peserta didik pada usia tersebut.

3. Peningkatan Mutu Pendidikan Nonformal
Analisis peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan digunakan untuk mengukur mutu pendidikan suatu daerah. Peningkatan mutu bisa dilakukan melalui proses belajar mengajar yang efektif dan ditunjang oleh sumber daya, sarana/prasarana serta biaya yang memadai.  Proses belajar yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Kualitas dan mutu pendidikan dapat dilihat dari angka kelulusan, kualitas guru dan fasilitas layanan pendidikan. Analisis peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan digunakan untuk mengukur mutu suatu daerah. Sejalan dengan program pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk semua program juga dilaksanakan.  Mutu dapat ditingkatkan bila proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara efektif sehingga peserta didik dapat mengalami proses belajar mengajar yang berarti dan ditunjang oleh sumber daya seperti guru sarana/prasarana, dan biaya yang memadai. Proses belajar yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang mampu belajar terus menerus sehingga mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Berdasarkan indikator mutu, pada bagian ini diuraikan gambaran tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, serta pengalaman pelatihan dari para pendidik dan penyelenggara.

3.1.  Tingkat Pendidikan Para Pendidik dan Penyelengara
Berdasarkan mutu sumber daya pendidikan di Kab. Sumedang bisa diketahui bahwa pendidik pada program Pendidikan Nonformal sebagian besar bukan merupakan guru dan pada umumnya belum pernah mengikuti pelatihan. Hal ini perlu menjadi perhatian karena bisa mempengaruhi mutu pendidikan nonformal. Apalagi ternyata dari data pendidikan nonformal diketahui bahwa sebagian besar pendidik memiliki tingkat pendidikan yang tidak layak.
Persentase terbesar dari pendidik yang merupakan guru  berasal dari program  Paket C sebesar 60..% sedangkan yang terkecil berada pada program Pendidikan Anak Usia Dini sebesar 80.%. Adapun persentase dari pendidik yang bukan merupakan guru terbesar terdapat pada program Tempat Penitipan anak dan POS PAUD sebesar 90.% sedangkan yang terkecil berada pada program Paket C sebesar 40.%.
Berdasarkan pelatihan yang pernah dijalani, sebagian besar pendidik pada seluruh program pendidikan nonformal di Kab. Sumedang. belum pernah menjalani pelatihan.(terutama pada program) Persentase terbesar pendidik yang telah mengikuti pelatihan berada pada program Paket C yaitu sebesar 75% sedangkan persentase terkecil berada pada seluruh program Pendidikan Anak Usia Dini yang terdiri dari Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak, POS PAUD dan Satuan PAUD Sejenis sebesar 15%. Hal ini dikarenakan seluruh pendidik pada program Pendidikan Anak Usia Dini sebagian besar belum pernah mengikuti pelatihan (85%).



Adapun tingkat pendidikan pendidik pada masing-masing program terlihat bervariasi. Pada program Kelompok Bermain persentase tingkat pendidikan terbesar terdapat pada SMA/MA, yaitu 55.6.% dan yang terendah terdapat pada S1/S2, yaitu 22.5.%. Pada program PAUD, yaitu Kelompok Bermain TPA dan SPS, tingkat pendidikan terbesar juga terdapat pada SMA/MA yaitu 55.2% dan 1967 orang sedangkan yang terendah terdapat di SMP sebesar 10% dan 67%.
Program paket A setara SD memiliki persentase tingkat pendidikan terbesar di Diploma, yaitu 40.% dan terkecil di S1/S2, yaitu .22%. Paket B setara SMP memiliki persentase tingkat pendidikan terbesar di SMA/MA, yaitu 62% dan terkecil di S1/S2, yaitu .22.%. Adapun Paket C setara SMA memiliki persentase tingkat pendidikan terbesar di S1/S2, yaitu 56.% dan Diploma, yaitu 41.%.
Di antara semua program pendidikan nonformal hanya program keaksaraan fungsional yang memiliki pendidik dengan tingkat pendidikan SMP/MTs sejumlah 19.%. Hal ini perlu menjadi perhatian sebagai bahan peningkatan mutu SDM pendidik. Terlebih pada beberapa program yang lain juga banyak terdapat pendidik yang memiliki tingkat pendidikan SMA/MA.
Gambaran tingkat pendidikan penyelenggara program pendidikan nonformal juga bervariasi. Pada program Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu Kelompok Bermain, persentase tingkat pendidikan terbesar terdapat di SMA/MA sebesar .55.8..% dan yang terkecil sebesar 8.9% di SMP, dengan persentase yang telah menjalani pelatihan sejumlah 32.% dan yang belum pernah sebesar .68.%.








Pada program Tempat Penitipan Anak, seluruh penyelenggara memiliki tingkat pendidikan S1/S2 (100%) dan seluruhnya telah mengikuti pelatihan (100%).Pada Kober, persentase tingkat pendidikan terbesar terdapat pada SMA/MA, yaitu .35.22%, sedangkan Diploma dan S1/S2 memiliki persentase yang sama, yaitu 43,48%. Dari seluruh penyelenggara pada program Kober, seluruhnya belum pernah mengikuti pelatihan.
Pada program SPS, persentase terbesar tingkat pendidikan berada pada tingkat Diploma sejumlah .33,3% dan yang terkecil terdapat pada tingkat SMP/MTs dan S1 sejumlah 14%, dengan sebagian penyelenggara belum pernah mengikuti pelatihan.Pada Paket A Setara SD, persentase tingkat pendidikan tertinggi terdapat pada S1/S2 sejumlah 60,00% sedangkan yang terkecil terdapat pada SMA/MA sejumlah 36,00%. Dari keseluruhan penyelenggara pada program ini, sebagian besar, yaitu 37,00% telah mengikuti pelatihan, dan sisanya, yaitu 63% belum pernah mengikuti pelatihan.
Pada Paket C Setara SMA, persentase tingkat pendidikan tertinggi terdapat pada S1/S2 sejumlah 86 % dan yang terendah terdapat pada SMA/MA sejumlah .2,00%, dengan sebagian penyelenggara belum pernah mengikuti pelatihan. Pada program kursus, seluruh penyelenggara yang memiliki tingkat pendidikan tertinggi pada Diploma 50,56 dan sudah mengikuti pelatihan sejumlah 50,6%, sedangkan yang belum pernah dilatih sejumlah 49,4%.
Pada program KF, persentase tingkat pendidikan tertinggi terdapat pada tingkat SMA /MA, yaitu 64,18% dan terendah terdapat pada tingkat SMP/MTs, yaitu 4,48%. Adapun penyelenggara yang pernah mengikuti pelatihan sejumlah 60,00% dan yang belum pernah dilatih sejumlah .40,00%.





           
Dengan melihat perbandingan beberapa variabel data pada program-program pendidikan nonformal di Kab. Sumedang bisa diketahui bahwa program Tempat Penitipan Anak dan Kursus memiliki mutu SDM yang terbaik di antara program-program yang lain. Hal ini dicerminkan dari persentase terbaik yang selalu diperoleh pada program Pendidikan Nonformal dalam menilai mutu pendidik dan penyelenggara. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang konsisten untuk mempertahankan dan meningkatkan pencapaian mutu tersebut serta membenahi mutu SDM secara serius pada beberapa program yang lain demi keberhasilan dan kemajuan pendidikan nonformal.

3.2. Sumber Dana

Sumber dana berperan penting dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal. Mutu pendidikan bisa ditingkatkan bila mampu memenuhi berbagai syarat dan cukup memadai dalam segala komponen. Komponen yang dimaksud ada enam, yaitu  1) masukan, 2) proses, 3) keluaran, 4) guru, 5) sarana prasarana dan  dan 6) biaya. Mutu pendidikan bisa tercapai jika masukan, proses, keluaran, dan guru memenuhi syarat tertentu, sedangkan sarana/prasarana dalam kondisi baik dan biaya pendidikan yang dikeluarkan cukup memadai untuk berlangsungnya pendidikan. Oleh karena itu, analisis sumber dana pendidikan nonformal diperlukan untuk menilai kebutuhan peningkatan mutu pendidikan nonformal di suatu daerah.
Sumber dana bagi pendidikan nonformal di Kab. Sumedang digulirkan untuk berbagai program, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini, Kesetaraan, Kursus dan Taman Bacaan Masyarakat. Jumlah lembaga Kelompok Bermain yang memperoleh dana APBN adalah 10 lembaga, sedangkan Tempat Penitipan Anak sejumlah - lembaga. Paket A setara SD memperoleh APBN pada 11 lembaga,. Paket B setara SMP memperoleh APBN pada 24 lembaga dan APBD sejumlah16lembaga. Adapun program Paket C setara SMA memperoleh APBN pada 29 lembaga dan APBD pada 15 lembaga. Program kursus dan Taman Bacaan Masyarakat hanya memperoleh dana dari APBN, masing-masing diberikan pada 13 lembaga dan 26 lembaga.
Berdasarkan perbandingan jumlah lembaga yang memperoleh sumber dana, bisa diketahui bahwa jumlah lembaga yang paling banyak mendapatkan sumber dana berada pada program Kursus, sedangkan yang paling sedikit berada pada program Tempat Penitipan Anak. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan kepedulian bagi peningkatan dukungan dana pada program tersebut.



Kondisi sumber dana pendidikan nonformal di Kab. Sumedang  pada umumnya berasal dari APBN. Hal ini terlihat pada data yang mencantumkan persentase sumber dana dari berbagai pihak. Sumber dana terbesar berasal dari APBN yang digulirkan pada berbagai program, bahkan hingga mencapai 100%, yaitu pada program Pendidikan Anak Usia Dini yang terdiri dari Kelompok Bermain dan Tempat Penitipan Anak , program Paket A Setara SD serta Taman Bacaan Masyarakat. Adapun persentase APBN terkecil terdapat pada program PAUD yaitu sejumlah 10%.


Persentasi dana yang berasal dari APBD paling besar terdapat pada program Paket C setara SMA yaitu sejumlah 87.88  % sedangkan yang terkecil terdapat pada program TPA dan SPS sejumlah .0.%. Yayasan memberikan andil dana sebesar .5% dan sumber dana lainnya yang digulirkan pada program kursus berjumlah .5%
Beberapa program lain tidak mendapakan dana dari APBN, APBD, Yayasan, Peserta maupun lainnya, yaitu program POS PAUD dan SPS. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dikarenakan tanpa dukungan biaya yang mencukupi, pelaksanaan program-program tersebut bisa terkendala. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang tepat dan menyeluruh terhadap program-program tersebut agar mampu berjalan dengan baik membangun dan memajukan pendidikan nonfrmal.

PROFIL PNFI Kab. Sumedang Tahun 2010

II.  KEADAAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Keberadaan pendidikan nonformal melengkapi keberadaan pendidikan formal untuk mendukung pembelajaran sepanjang hayat. Pendidikan nonformal bersifat luwes bila dibandingkan dengan pendidikan formal. Keluwesan pendidikan nonformal berkenaan dengan waktu belajar, usia peserta didik, isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran, dan cara penilaian hasil belajar. Pendidikan nonfomral mampu memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi peserta didik dan pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
   
 Dengan sasaran yang sangat besar dan multisegmen, dari usia dini sampai usia lanjut, dari putus sekolah sampai yang berkeinginan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis, pendidikan nonformal mampu menerapkan semboyan ”melayani yang tak terlayani”.
    
Profil pendidikan nonformal ini ingin memberikan gambaran berkaitan dengan sasaran program-program pendidikan nonformal seperti yang diamanatkan oleh Rencana Strategi Pendidikan. Pada rencana tersebut terdapat tiga pilar kebijakan, yaitu

1.      Pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
2.      Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, dan
3.      Tata kelola, akuntabilitas citra publik pendidikan.

    Kebijakan tersebut juga termasuk untuk pendidikan nonformal. Penilaian ketiga kebijakan tersebut dilihat dari beberapa indikator kunci kebijakan. Pemilihan indikator-indikator tersebut ditetapkan sesuai dengan data pendidikan nonformal yang tersedia, sehingga tidak mencakup keseluruhan indikator. Diharapkan bahwa dengan gambaran berdasarkan indikator tersebut bisa bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pendidikan nonformal pada khususnya.
   
Pendataan Pendidikan Nonformal yang dikelola dan dijaring oleh Pusat atau Kemendiknas selama ini terdiri dari tujuh jenis, yaitu 1) Keaksaraan Fungsional (KF), 2) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 3) Kesetaraan, 4) Kursus, 5) Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH), 6) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan 7) Taman Bacaan Masyarakat (TBM).

Gambaran umum Pendidikan Non Formal di Kab. Sumedang 2010 disajikan pada tabel 1 di bawah ini





Tabel 1
DATABASE PNFI 2010 Kab. Sumedang.
NO
PROGRAM KEGIATAN
JUMLAH
LEMBAGA
PENGELOLA
PESERTA/WB
PENDIDIK/TUTOR
BUKU
L
P
L
P
L
P
JUDUL
EKSP.
1
KEAKSARAAN FUNGSIONAL
63
16
51
49
2.646
12
79


2
KELOMPOK BERMAIN
517
216
374
7484
9771
69
1878



SPS
19
2
19
252
299
2
82



TPA
2
1
1
22
19
1
1


3
KURSUS
67
78
76
854
436




4
LIFE SKILLS
28


93
263




5
PKBM
68
61
10
81
183




6
PAKET A
11
4
15
190
159
3
29



PAKET B
40
31
39
588
474
116
148



PAKET C
27
23
26
491
380
106
129


7
TBM
42
97
157
2346
1939


7533
37822

Jumlah
884
529
768
12.450
16.569
309
2.346
7533
37822

 
Sumber  : padati WEB SKB Sumedang 2010

Sumber : SIM PTK-PNF 2010 SKB Sumedang

A.                 Program Pendidikan Nononformal

Tidak semua kabupaten menangani semua program PNF. Pada saat ini, Kab. Sumedang memiliki pendidikan nonformal yang terdiri dari 7 jenis, yaitu 1) KF, 2) PAUD, 3) Kesetaraan, 4) Kursus, 5) PKBM, 6).TBM dan 7) PKH Bila dilihat dari lembaganya maka hanya terdapat tiga jenis program yang memiliki, lembaga yaitu sejumlah 538 lembaga PAUD yang terdiri dari 517 Kelompok Bermain, 2 Taman Penitipan Anak, dan 19 Satuan PAUD Sejenis; 67 lembaga kursus; dan 68 lembaga PKBM. Jenis program PNF yang tidak memiliki lembaga ternyata memiliki kelompok belajar, yaitu sejumlah 63 untuk KF, 78 untuk kesetaraan yang terdiri dari .11 Paket A, 40. Paket B, dan .27 Paket C
Dilihat dari peserta didik, ternyata peserta didik PAUD yang memiliki jumlah terbesar (17.355 anak) diikuti KF ( 2695 orang) kesetaraan ( 2.282 .orang)., dan terkecil adalah kursus ( 1290 orang) peserta didik Dari lima jenis program PNF, ternyata yang ada ujian hanya KF, Kesetaraan, dan Kursus dengan masing-masing 2,586 orang, 1496 orang , dan 637 orang.
Dengan demikian, yang lulus juga dari tiga program tersebut, yaitu masing-masing KF 2585 orang, kursus 637 orang. dan Kesetaraan 1457 orang Kelima jenis program ini dikelola oleh penyelenggara yang terbesar adalah program (KF) dan terkecil adalah program Kesetaraan. Walaupun penyelenggara .KF yang terbesar namun pendidik terbesar terdapat di Kesetaraan (633 orang) dan terkecil adalah program kursus (.154.ORANG).
Secara rinci, pembangunan di setiap program pendidikan nonformal tidak sama. Oleh karena itu, Penjabaran program-progam tersebut diuraikan pada bagian gambaran umum.

1.   Keaksaraan Fungsional

Pemberantasan buta aksara merupakan salah satu prioritas Depdiknas karena keterkaitan yang sangat erat dengan tingkat keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Semakin banyak penderita buta aksara, semakin miskin pula negara tersebut.
Pendidik yang merupakan guru adalah 91 orang ( 2 %) sedangkan yang bukan guru adalah 79 orang (.1.6 %). Sejumlah ... orang pendidik telah menjalani pelatihan (.80 %) sedangkan 19 orang belum pernah dilatih ( 20 %). Tingkat pendidikan dari pendidik keaksaraan fungsional pada umumnya adalah lulusan SMA sebanyak 51orang ( 27,7 %), diikuti dengan diploma sebanyak 15 orang (.8.3.%), SMP/MTs sebanyak 9 orang (1.8 %), dan S1/S2 sebanyak 25 orang (13.8%). Komposisi tingkat pendidikan tersebut mencerminkan kelayakan mengajar yang sangat rendah yang hanya berjumlah 60.%. Selain itu, tingkat pelatihan yang hanya berjumlah 80.% mencerminkan kebutuhan peningkatan mutu tenaga pendidik keaksaraan fungsional di Kab. Sumedang

Adapun lulusan yang telah dihasilkan oleh program keaksaraan fungsional di Kab. Sumedang adalah 2.225 orang.
TABEL 4
JUMLAH KELOMPOK,WB,SUKMA,TUTOR DAN PENGELOLA
KEAKSARAAN FUNGSIONAL KAB. SUMEDANG 2010
No.
Kecamatan
Kelompok
Warga
SUKMA
Tutor
Pengelola
Belajar
Belajar







1
Jatinangor
9
130
130
9
9
2
Cimanggung
5
120
120
6
5
3
Tanjungsari
4
210
205
6
4
4
Rancakalong
7
150
150
8
7
5
Sumedang Selatan
5
220
210
8
6
6
Sumedang Utara
1
150
150
3
1
7
Situraja
4
180
180
6
4
8
Darmaraja
0
0
0
0
0
9
Cibugel
0
0
0
0
0
10
Wado
0
0
0
0
0
11
Tomo
1
90
90
2
1
12
Ujung Jaya
3
170
170
5
3
13
Conggeang
1
150
150
3
2
14
Paseh
0
0
0
0
0
15
Cimalaka
1
140
140
3
1
16
Tanjungkerta
1
60
60
2
1
17
Buah Dua
1
120
120
2
2
18
Ganeas
1
110
110
2
1
19
Jati Gede
1
90
90
2
1
20
Pamulihan
10
145
50
11
10
21
Cisitu
1
100
100
3
1
22
Jatinunggal
1
100
100
2
2
23
Cisarua
1
20
20
1
1
24
Tanjungmedar
1
100
100
2
1
25
Surian
1
110
110
2
1
26
Sukasari
3
30
30
3
3
J u m l a h
63
2,695
2,585
91
67

2. Pendidikan Anak Usia Dini
Usia dini (0-6 thn) merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak serta pengembangan intelegensi permanen untuk menyerap informasi. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Tabel 5
Gambaran Umum Pendidikan Anak Usia Dini
Kab. Sumedang Tahun 2009
     No.
Provinsi
 Lembaga 
 Peserta Didik  
 Pendidik 
 Pengelola 
1
Jatinangor
13
443
44
13
2
Cimanggung
8
310
35
8
3
Tanjungsari
67
1,772
242
67
4
Rancakalong
19
714
63
19
5
Sumedang Selatan
53
1,755
241
53
6
Sumedang Utara
32
1,217
120
32
7
Situraja
18
529
83
34
8
Darmaraja
23
687
76
37
9
Cibugel
25
631
92
48
10
Wado
11
361
36
11
11
Tomo
9
191
32
9
12
Ujung Jaya
10
362
45
10
13
Conggeang
17
374
45
24
14
Paseh
23
2,515
89
23
15
Cimalaka
25
745
100
25
16
Tanjungkerta
18
520
80
18
17
Buah Dua
13
321
43
13
18
Ganeas
9
316
35
9
19
Jati Gede
5
105
18
5
20
Pamulihan
38
788
114
38
21
Cisitu
8
218
31
17
22
Jatinunggal
36
1,303
128
36
23
Cisarua
5
147
16
5
24
Tanjungmedar
9
374
34
9
25
Surian
11
303
40
11
26
Sukasari
35
826
155
39
J u m l a h
540
17,827
2,037
613
* Sumber padatiWEB SKB Sumedang

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio-emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Program ini dikembangkan dalam upaya pembinaan bagi anak usia dini (0-6 tahun) secara integratif dan holistik, mencakup aspek pendidikan, kesehatan dan gizi yang dilakukan di lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, agar anak kelak mempunyai kesiapan memasuki pendidikan dasar.
Perkembangan pendidikan anak usia dini di Kab. Sumedang telah berjalan dengan baik yang ditandai dengan banyaknya lembaga pendidikan anak usia dini, yaitu sejumlah 538 lembaga, yang terdiri dari 517 Kelompok Bermain, 2Tempat Penitipan Anak, 2, dan 19 Satuan PAUD Sejenis.
Dengan melihat kategorisasi pendidik pada program-program pendidikan anak usia dini, bisa diketahui bahwa semua pendidik pada program ini belum pernah mendapatkan pelatihan. Oleh karena itu, diperlukan perancangan dan pelaksanaan program pelatihan yang intensif dan terpadu demi meningkatkan kualitas sumber daya pendidik pada program PAUD di Kab. Sumedang
2.1. Kelompok Bermain

Jumlah lembaga kelompok bermain di Kab. Sumedang adalah 517 lembaga. Pendidik pada program kelompok bermain adalah 1947 orang, dengan 51 orang guru (2.0%) dan1886 orang bukan guru (98%). Dari keseluruhan pendidik ternyata pernah mendapatkan pelatihan 832 orang (43%) dan belum pernah mendapatkan pelatihan 1,115 orang (57%). Adapun tingkat pendidikan dari pendidik kelompok bermain sebagian besar merupakan lulusan SMA/MA yaitu sejumlah 1.084 orang (.55.6 %), lulusan SI/S2 sejumlah 112 orang (5.8%), dan lulusan diploma sejumlah 751. orang (38.6.%).

TABEL 6
JUMLAH KELOMPOK BERMAIN KAB. SUMEDANG
No.
Kecamatan
Lembaga
Peserta Didik
Pendidik
Pengelola
1
Jatinangor
13
443
44
13
2
Cimanggung
8
310
35
8
3
Tanjungsari
58
1,554
205
58
4
Rancakalong
19
714
63
19
5
Sumedang Selatan
49
1,674
227
49
6
Sumedang Utara
32
1,217
120
32
7
Situraja
16
451
74
32
8
Darmaraja
23
687
76
37
9
Cibugel
24
603
85
47
10
Wado
11
361
36
11
11
Tomo
9
191
32
9
12
Ujung Jaya
10
362
45
10
13
Conggeang
17
374
45
24
14
Paseh
23
2,515
89
23
15
Cimalaka
25
745
100
25
16
Tanjungkerta
18
520
80
18
17
Buah Dua
13
321
43
13
18
Ganeas
9
316
35
9
19
Jati Gede
5
105
18
5
20
Pamulihan
38
788
114
38
21
Cisitu
8
218
31
17
22
Jatinunggal
36
1,303
128
36
23
Cisarua
3
92
10
3
24
Tanjungmedar
7
329
26
7
25
Surian
9
273
36
9
26
Sukasari
34
789
150
38
J u m l a h
517
17,255
1,947
590
Sumber : padatiWEB SKB Sumedang 2010

Penyelenggara program kelompok bermain berjumlah 590 orang, dengan  penyelenggara yang pernah dilatih berjumlah 120 orang (20.3 %) sedangkan yang belum pernah dilatih sejumlah 1747 orang (79.7%). Adapun tingkat pendidikan penyelenggara terdiri dari 241 orang SMA/MA (.40.8 %),123orang diploma (20.8%), dan 226 orang S1/S2 (38.3%).
Peserta didik kelompok bermain terdiri berjumlah 17.255 orang yang terdiri dari 7484 laki-laki (44.2.%) dan 9771perempuan (65.7%). Semua peserta didik tersebut berusia 2-6 tahun (100%). Adapun sumber dana penyelenggaraan program Kelompok Bermain yang berasal dari APBN, yaitu (0%) dan yang berasal dari APBD, yaitu (0%), sementara yang berasal dari Yayasan, yaitu sejumlah  (5%), yang berasal dari para peserta, yaitu (.85%), yang berasal dari lainnya, yaitu (.10%).

2.3. . Satuan PAUD Sejenis
Satuan PAUD Sejenis (SPS) di Kab. Sumedang berjumlah 19 lembaga, dengan pendidik berjumlah 84 orang dimana 0 orang guru (0%) dan 82 orang bukan guru (100 %). Dari keseluruhan pendidik ternyata pernah mendapatkan pelatihan (80%) dan belum pernah mendapatkan pelatihan (20%). Akan tetapi, semua pendidik belum pernah mendapatkan pelatihan. Tingkat pendidikan dari pendidik SPS pada umumnya adalah lulusan SMA sejumlah 71 orang (86.5%), lulusan S1/S2 sejumlah 3 orang (3.5%) dan lulusan diploma sejumlah 10 orang (12%).
Penyelenggara SPS berjumlah 21 orang yang semuanya belum pernah mendapatkan pelatihan (14%). Adapun tingkat pendidikan dari penyelenggara SPS Sejenis adalah lulusan S1/S2 sejumlah 2 orang (10 %), SMA sejumlah 10 orang (48%) dan diploma sejumlah 9 orang (42%). Peserta didik SPS keseluruhan berjumlah 551 orang yang terdiri dari 252 orang laki-laki (45.7 %) dan 299 orang perempuan (54.3%), dengan usia 2-4 tahun (80%).

TABEL 7
No.
Kecamatan
Lembaga
Peserta Didik
Pendidik
Pengelola






1
Jatinangor
0
0
0
0
2
Cimanggung
0
0
0
0
3
Tanjungsari
9
218
37
9
4
Rancakalong
0
0
0
0
5
Sumedang Selatan
2
60
8
2
6
Sumedang Utara
0
0
0
0
7
Situraja
2
78
9
2
8
Darmaraja
0
0
0
0
9
Cibugel
1
28
7
1
10
Wado
0
0
0
0
11
Tomo
0
0
0
0
12
Ujung Jaya
0
0
0
0
13
Conggeang
0
0
0
0
14
Paseh
0
0
0
0
15
Cimalaka
0
0
0
0
16
Tanjungkerta
0
0
0
0
17
Buah Dua
0
0
0
0
18
Ganeas
0
0
0
0
19
Jati Gede
0
0
0
0
20
Pamulihan
0
0
0
0
21
Cisitu
0
0
0
0
22
Jatinunggal
0
0
0
0
23
Cisarua
2
55
6
2
24
Tanjungmedar
2
45
8
2
25
Surian
2
30
4
2
26
Sukasari
1
37
5
1
J u m l a h
21
551
84
21
Sumber :padati WEB SKB Sumedang

3.   Kesetaraan
Pendidikan kesetaraan adalah jalur pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan yang sama dengan sekolah formal, tetapi isi, konteks, metodologi, dan pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut lebih memberikan konsep-konsep terapan, tematik, induktif, yang terkait dengan permasalahan lingkungan dan melatihkan kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha mandiri.
Berkaitan dengan itu, sistem pembelajaran (delivery system) dirancang sedemikian rupa agar memiliki kekuatan tersendiri, untuk mengembangkan kecakapan komperehensif dan kompetitif yang berguna dalam peningkatan kemampuan belajar sepanjang hayat. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang lebih induktif dan konstruktif.

Tabel.8
JUMLAH KELOMPOK,WB,PST UJIAN, LULUSAN DAN PENGELOLA
KESETARAAN DI KABUPATEN SUMEDANG 2010

No.
Kecamatan
Kelompok
Warga
Peserta Ujian
Lulusan
Tutor
Pengelola
Belajar
 Belajar 
1
Jatinangor
3
92
49
49
19
5
2
Cimanggung
16
487
386
386
80
34
3
Tanjungsari
14
387
199
199
135
34
4
Rancakalong
3
44
44
44
18
5
5
Sumedang Selatan
4
104
74
74
17
5
6
Sumedang Utara
3
94
65
65
18
3
7
Situraja
3
103
53
53
17
3
8
Darmaraja
1
20
20
20
6
1
9
Cibugel
4
137
57
57
23
8
10
Wado
2
40
40
40
12
2
11
Tomo
1
41
41
41
6
1
12
Ujung Jaya
3
84
34
34
15
3
13
Conggeang
2
40
40
40
9
2
14
Paseh
0
0
0
0
0
0
15
Cimalaka
3
75
55
55
18
3
16
Tanjungkerta
2
52
52
52
12
2
17
Buah Dua
2
53
28
28
11
2
18
Ganeas
1
39
9
9
6
2
19
Jati Gede
0
0
0
0
0
0
20
Pamulihan
3
87
56
47
18
3
21
Cisitu
2
44
44
44
12
2
22
Jatinunggal
2
34
34
34
12
2
23
Cisarua
2
36
36
36
12
2
24
Tanjungmedar
1
8
8
8
6
1
25
Surian
2
53
53
53
12
2
26
Sukasari
5
126
46
46
31
11
J u m l a h
84
2,280
1,523
1,514
525
138
Sumber: SIM PNHIl Kab. Sumedang, 2009.

Program kesetaraan terdiri dari program paket A setara SD, paket B setara SMP, dan paket C setara SMA.  Program paket A dan B dirancang untuk menunjang suksesnya Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun (Wajar Dikdas) dengan prioritas anak usia Wajar Dikdas (7-15 tahun) yang karena berbagai hal terpaksa tidak bisa mengikuti pendidikan di sekolah. Meskipun demikian, Paket A dan Paket B juga memberi kesempatan bagi orang dewasa yang belum memiliki pendidikan setara Pendidikan Dasar 9 tahun, dengan biaya sendiri jika anggaran yang bersumber dari pemerintah tidak mencukupi.

Adapun program paket C setara SMA dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang belum memiliki pendidikan setara SMA. Kurikulum disusun berdasarkan kurikulum SMA jurusan IPS. Bahan belajar disusun dalam bentuk modul, yang memungkinkan warga belajar dapat belajar mandiri.
3.1. Paket A Setara SD
Jumlah lembaga Paket A Setara SD di Kab. Sumedang adalah 11 lembaga. Pendidik pada program Paket A setara SD adalah 32. orang, dimana 3 orang laki-laki (.9.4.%) dan 29 orang perempuan (.9.6..%. Dari keseluruhan pendidik, sebanyak 26 orang sudah dilatih (.80.%) dan 6 orang belum pernah mendapatkan pelatihan (.20 %). Adapun tingkat pendidikan dari pendidik Paket A Setara SD sebagian besar merupakan lulusan SI/S2 yaitu sejumlah 5 orang (.16%), lulusan SM/MA sejumlah 16 orang (.50.%), dan lulusan diploma sejumlah ..11 orang (34.%).
Penyelenggara program Paket A setara SD berjumlah 19. orang, dengan  penyelenggara yang pernah dilatih berjumlah 9 orang (.48.%) sedangkan yang belum pernah dilatih sejumlah 10 orang (.52..%). Peserta didik  berjumlah . 349.. orang yang terdiri dari 190 orang laki-laki (.57%) dan 159.. orang perempuan (.43.%), dengan usia 16-18 tahun berjumlah .174 orang (49.%), 19-24 tahun berjumlah 118 orang (.32.%), dan >24 tahun berjumlah 57 orang (.18.%). Dari jumlah peserta didik tersebut, sebanyak 329 orang menjadi peserta ujian dengan lulusan sebanyak .290 orang.
Adapun sumber dana penyelenggaraan program Paket A setara SD yang berasal dari APBN, yaitu sejumlah Rp...63.360 (.100%), yang berasal dari APBD (provinsi), yaitu sejumlah Rp 0 (.0%), yang berasal dari APBD (kab/kota), yaitu sejumlah Rp 0 (.0%),  sementara yang berasal dari Yayasan, yaitu sejumlah Rp0 (.,0%), yang berasal dari para peserta, yaitu sejumlah Rp.0,0 (.0.%), yang berasal dari lainnya, yaitu sejumlah Rp0,0 (.0.%).
3.2. Paket B Setara SMP
Jumlah lembaga Paket B Setara SMP di Kab. Sumedang adalah . 40.. lembaga. Pendidik pada program Paket B setara SMP adalah 264 orang, dimana 116 orang laki-laki (.44.%) dan 148 orang perempuan (.56.%). Dari keseluruhan pendidik, sebanyak 60 orang sudah dilatih (38 %) dan 88 orang belum pernah mendapatkan pelatihan (.62.%). Adapun tingkat pendidikan dari pendidik Paket A Setara SD sebagian besar merupakan lulusan SMA/MA yaitu sejumlah 27. orang (.9.%), lulusan diploma sejumlah 57 orang (.21.%), dan lulusan S1/S2 sejumlah 186 orang (.70.%).
Penyelenggara program Paket B setara SMP berjumlah . 70 orang, dengan  penyelenggara yang pernah dilatih berjumlah 51 orang (.73.%) sedangkan yang belum pernah dilatih sejumlah 19 orang (.27.%). Adapun tingkat pendidikan penyelenggara terdiri dari 3 orang SMA/MA (.4.%), 63. orang diploma (.74.6.%), dan .15.. orang S1/S2 (.21.4..%). Peserta didik  berjumlah . 1062 orang yang terdiri dari 588. orang laki-laki   ( .54 %) dan 474.. orang perempuan ( 46%), dengan usia 16-18 tahun berjumlah 795. orang (.76.%), 19-24 tahun berjumlah .105 orang (.9.%), dan >24 tahun berjumlah 162.orang (.16.%). Dari jumlah peserta didik tersebut, sebanyak ... orang menjadi peserta ujian dengan lulusan sebanyak 601 orang. Adapun sumber dana penyelenggaraan program Paket B setara SMP yang berasal dari APBN, yaitu sejumlah Rp.168.700.000 dari para peserta, yaitu sejumlah Rp0 .0%), yang berasal dari lainnya, yaitu sejumlah Rp0 (0.%).

3.3.  Paket C Setara SMA

Jumlah lembaga Paket C Setara SMA di Kab. Sumedang  adalah 27. lembaga. Pendidik pada program Paket C setara SMA adalah .264 orang, dimana 106. orang laki-laki (.45.%) dan 129 orang perempuan (55%). Dari keseluruhan pendidik, sebanyak 39 orang sudah dilatih (.15 %) dan 225 orang belum pernah mendapatkan pelatihan (85.%). Adapun tingkat pendidikan dari pendidik Paket C Setara SMA sebagian besar merupakan lulusan SMA/MA yaitu sejumlah 38 orang (24.1 %), lulusan S1/S2 sejumlah 61 orang (28,64%), dan lulusan diploma sejumlah .126.. orang (.46,29%).
Penyelenggara program Paket C setara SMA berjumlah 49 orang dan belum  pernah dilatih (20.%). Adapun tingkat pendidikan penyelenggara terdiri dari 5 orang SMA/MA (.10.%),.11 orang diploma (21.%), dan 33. orang S1/S2 (.69.%).
Peserta didik  berjumlah . 871.. orang yang terdiri dari 291 orang laki-laki (.28%) dan .380. orang perempuan (.72.%), dengan usia 19-24 tahun berjumlah .611 orang (.73.%), dan >24 tahun berjumlah 260. orang (27.%). Dari jumlah peserta didik tersebut, sebanyak .568.. orang menjadi peserta ujian dengan lulusan sebanyak 518. orang. Adapun sumber dana penyelenggaraan program Paket C setara SMA yang berasal dari APBN, yaitu sejumlah Rp.52.370.000 (.80..%), yang berasal dari APBD (provinsi), yaitu sejumlah Rp.46.642.500 (..20.%), yang berasal dari APBD (kab/kota), yaitu sejumlah Rp... 0(..0.%),  sementara yang berasal dari Yayasan, yaitu sejumlah Rp.0 (0%), yang berasal dari para peserta, yaitu sejumlah Rp0 (0%), yang berasal dari lainnya, yaitu sejumlah Rp0 (.0..%).

4. Kursus

Kursus sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan sumber daya yang terampil dan profesional.
Tantangan yang dihadapi adalah globalisasi pasar kerja yang menuntut adanya mutual recognition antarnegara tentang kualifikasi lulusan lembaga/satuan pendidikan. Globalisasi meniscayakan proses nasionalisasi kompetensi lulusan lembaga pendidikan sehingga kompetensi akan bergeser dari lokal spesifik ke global universal sebagai survival kit untuk hidup di era informasi abad 21. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan akses pendidikan masyarakat yang  memberikan kontribusi  penurunan pengangguran terbuka maupun setengah menganggur, meningkatkan mutu dan relevansi sesuai dengan kebutuhan belajar, memperkuat kursus dan kelembagaan PNF lainnya, menciptakan program-program unggulan, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan program.
Kursus sebagai salah satu satuan pendidikan yang memiliki peran strategis dalam mewujudkan hal tersebut, perlu dibina agar lebih berperan serta dalam memberikan akses pendidikan bagi masyarakat dan secara bertahap meningkatkan mutu.Jumlah lembaga kursus di Kab. Sumedang adalah 67. lembaga, dengan pendidik sebanyak 154 orang yang terdiri dari .52 orang guru (.31.%) dan 102. orang bukan guru (.69.%). Dari jumlah tersebut, sebanyak 26 orang pendidik sudah pernah mengikuti pelatihan (.19.%) sedangkan 128 orang belum pernah dilatih (.81%). Tingkat pendidikan dari pendidik kursus adalah diploma sejumlah 75. orang (49.%) dan S1/S2 sejumlah 79 orang (51.%).




TABEL 9
No.
Kecamatan
Lembaga
Peserta Didik
Lulusan
Pendidik
1
Jatinangor
17
415
116
36
2
Cimanggung
3
49
0
4
3
Tanjungsari
9
500
0
26
4
Rancakalong
0
0
0
0
5
Sumedang Selatan
10
332
0
31
6
Sumedang Utara
13
666
467
30
7
Situraja
2
22
0
2
8
Darmaraja
0
0
0
0
9
Cibugel
1
12
0
2
10
Wado
2
29
0
4
11
Tomo
0
0
0
0
12
Ujung Jaya
0
0
0
0
13
Conggeang
1
8
0
2
14
Paseh
3
166
54
7
15
Cimalaka
3
64
0
6
16
Tanjungkerta
0
0
0
0
17
Buah Dua
3
32
0
4
18
Ganeas
0
0
0
0
19
Jati Gede
0
0
0
0
20
Pamulihan
0
0
0
0
21
Cisitu
0
0
0
0
22
Jatinunggal
0
0
0
0
23
Cisarua
0
0
0
0
24
Tanjungmedar
0
0
0
0
25
Surian
0
0
0
0
26
Sukasari
0
0
0
0
Jumlah
67
2,295
637
154
 Sumber :padatiWEB SKB Sumedang

Pada kursus, terdapat 154 penyelenggara yang terdiri dari 68 orang pernah dilatih (.35 %) dan 86 orang yang belum pernah dilatih (.65 %), dengan tingkat pendidikan seluruhnya adalah S1/S2 (100%).
Peserta didik keseluruhan berjumlah 2295 orang yang terdiri dari 1.864. orang laki-laki (61.%) dan 1.431. orang perempuan (.39.%), dengan usia 7-12 tahun berjumlah 1311 orang (52.%), 13-15 tahun berjumlah 512 orang (.27 %), dan >24 tahun berjumlah 472. orang (.21.%). Adapun sumber dana penyelenggaraan kursus yang berasal dari APBN, yaitu  Rp.665.000.000 (.96.8..%), yang berasal dari APBD (provinsi), yaitu sejumlah Rp. 22.500.000 (.3.2..%), yang berasal dari APBD (kab/kota), yaitu sejumlah Rp..0,- (..0.%),  sementara yang berasal dari Yayasan, yaitu sejumlah Rp..0 (..0.%), yang berasal dari para peserta, yaitu sejumlah Rp0,0 (%), yang berasal dari lainnya, yaitu sejumlah Rp. 0, (.0%).

5.   Pendidikan Kecakapan Hidup/PKH
Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) adalah program pembelajaran yang memberikan peluang kepada masyarakat melalui kelompok belajar untuk belajar, bekerja dan berusaha, sebagai pelajaran pasca program KF dan kesetaraan Paket B dan C. Tujuan PKH adalah untuk memperluas kesempatan belajar usaha bagi masyarakat yang tidak mampu, agar memiliki penghasilan yang tetap, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya.

Tabel 10
Gambaran Umum Pendidikan Kecakapan Hidup Kab. Sumedang Tahun 2009
No.
Variabel
Jumlah
No.
Variabel
Jumlah
1
Jumlah Kelompok Belajar
 28
5
Pendidik

2
Jumlah Peserta Didik
376

   - Laki-laki
 7

a. Jenis Kelamin


   - Perempuan
 21

   - Laki-laki
 93

b. Pendidikan


   - Perempuan
 283

   - SD/MI


b. Usia


   - SMP/MTs


   - 16-18 thn


   - SM/MA
 11

   - 19-24 thn
81

   - Diploma
 17

   - > 24 thn
   295

   - S1/S2/S3





c. Pekerjaan

3
Penyelenggara


   - Guru


a. Pendidikan


   - Bukan Guru
 28

   - SD/MI


d. Pelatihan


   - SMP/MTs


   - Sudah dilatih


   - SM/MA


   - Belum dilatih
 28

   - Diploma
 1

e. Usia


   - S1/S2/S3
17

   - < 25


b. Pelatihan


   - 25-34 thn


   - Sudah dilatih
 7

   - 35-44 thn
 28

   - Belum dilatih
 11

   - 45-54 thn





   - > 55 thn

4
Sumber Dana (Ribuan Rp)


f. Masa Kerja


   - APBN
 665.000.000

   - < 1 thn


   - APBD
 60.000.000

   - 1 thn
  

   - Yayasan
 -

   - 2 thn
 28
Sumber: Kuesioner Profil Pendidikan Nonformal Kab. Sumedang, 2009
Jumlah Pendidikan Kecakapan Hidup / PKH di Kab. Sumedang adalah 28 kelompok. Pendidik pada Kelompok Belajar Usaha /PKH adalah 28... orang, dengan 6 orang guru (.18..%) dan 22. orang bukan guru (82.%). Dari keseluruhan pendidik, sebanyak 3 orang sudah dilatih ( 9.%) dan 25 orang belum pernah mendapatkan pelatihan (%). Adapun tingkat pendidikan dari Pendidikan Kecakapan Hidup sebagian besar merupakan lulusan SI/S2 yaitu sejumlah ... orang (.91%), lulusan SMA/MA sejumlah 9 orang (.30..%), dan lulusan diploma sejumlah 19. orang (.60.%).
Penyelenggara Pendidikan Kecakapan Hidup /PKH berjumlah 18 orang, dengan  penyelenggara yang pernah dilatih berjumlah 6 orang (.33.%) sedangkan yang belum pernah dilatih sejumlah 12 orang (66.%). Adapun tingkat pendidikan penyelenggara terdiri dari 2 orang SMA/MA (.11%),1 orang diploma (.6 %), dan 15. orang S1/S2 (.83.%). Peserta didik  berjumlah 376 orang yang terdiri dari 93 orang laki-laki (.23.%) dan 283 orang perempuan (.77.%), dengan usia 16-18 tahun (.25.%), 19-24 tahun (25.%), dan >24 tahun (.75%). Dari jumlah peserta didik tersebut, sebanyak ... orang menjadi peserta ujian dengan lulusan sebanyak 376. orang.
Adapun sumber dana penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Hidup yang berasal dari APBN, yaitu sejumlah Rp.55.000.000, (.75..%), yang berasal dari APBD (provinsi), yaitu sejumlah Rp.18.330,000 (.25.%), 
6.   Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
           
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) lahir dari satu kesadaran bahwa lembaga persekolahan telah membuat banyak orang yang kurang beruntung secara ekonomi menjadi tidak mampu membedakan proses dari substansi. PKBM diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat pusaran berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat. PKBM juga diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber informasi yang andal bagi masyarakat yang membutuhkan keterampilan fungsional. Selain itu, PKBM diharapkan pula berfungsi sebagai tempat tukar-menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional di antara warga masyarakat.

TABEL 11
Jumlah Lembaga, Kejar,WB, Tutor, Pengelola, dan Gedung PKBM di
Kab. Sumedang Tahun 2010
No.
Kecamatan
Lembaga
Kelompok
Warga
Tutor
Pengelola
Gedung
Binaan
Belajar
1
Jatinangor
2
0
0
14
2
2
2
Cimanggung
3
0
0
3
3
3
3
Tanjungsari
4
0
0
13
4
4
4
Rancakalong
1
0
0
4
1
1
5
Sumedang Selatan
7
0
0
42
7
7
6
Sumedang Utara
5
0
0
9
5
5
7
Situraja
2
0
0
18
2
2
8
Darmaraja
2
0
0
4
2
2
9
Cibugel
5
0
0
14
5
5
10
Wado
3
0
0
14
3
3
11
Tomo
1
0
0
3
1
1
12
Ujung Jaya
3
0
0
12
3
3
13
Conggeang
4
0
0
8
4
4
14
Paseh
1
0
0
1
1
1
15
Cimalaka
2
0
0
14
2
2
16
Tanjungkerta
1
0
0
6
1
1
17
Buah Dua
1
0
0
7
1
1
18
Ganeas
1
0
0
9
1
1
19
Jati Gede
3
0
0
6
3
3
20
Pamulihan
4
0
0
17
4
4
21
Cisitu
2
0
0
12
2
2
22
Jatinunggal
2
0
0
6
2
2
23
Cisarua
2
0
0
5
5
2
24
Tanjungmedar
1
0
0
8
1
1
25
Surian
2
0
0
4
2
2
26
Sukasari
4
0
0
11
4
4
Jumlah
68
0
0
264
71
68
Sumber :SIM padatiWEB SKB Sumedang

Sebagai salah satu institusi pendidikan nonformal/pendidikan masyarakat dan wadah pembelajaran dari, oleh, dan untuk masyarakat maka PKBM bersifat fleksibel dan netral. PKBM disebut fleksibel antara lain karena ada peluang bagi masyarakat untuk belajar apa saja sesuai dengan yang mereka butuhkan. Di PKBM, warga masyarakat di bawah bimbingan tutor dapat secara demokratis merancang kebutuhan belajar yang mereka inginkan.

Dalam PKBM dapat diselenggarakan beberapa program pembelajaran yang beraneka ragam, seperti program Kelompok Belajar Usaha, Keaksaraan Fungsional, Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara SMA, kursus menjahit, kursus merias pengantin, kursus las, atau program keterampilan lainnya.

PKBM bersifat netral karena tidak menggunakan atribut Pendidikan Masyarakat (Dikmas) atau pemerintah. Oleh karena itu, semua lembaga/instansi pemerintah atau swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau pihak-pihak lain dapat memanfaatkan keberadaan PKBM sepanjang untuk kepentingan kemajuan masyarakat. Misalnya ada PKBM yang diselenggarakan oleh LSM, pesantren, atau lembaga-lembaga keagamaan, organisasi masyarakat, serta yang diprakarsai oleh perusahaan. Dikmas berperan memfasilitasi sedangkan prakarsa ada pada masyarakat itu sendiri.  
7.   Taman Bacaan Masyarakat
Membaca sebenarnya adalah sebuah proses belajar, sehingga masyarakat yang gemar membaca (reading society) akan melahirkan masyarakat belajar (learning society) yang cerdas. (Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, 2006).

Pengembangan budaya baca dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya ialah melalui perintisan dan penguatan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di desa-desa; pemberian block Grant ke TBM untuk membeli buku-buku koleksi baru; pelatihan pengelolaan TBM dan perpustakaan desa; diskusi-diskusi yang bersumber dari buku-buku di TBM, dan sebagainya.
Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, memang sudah sepatutnya ditindaklanjuti dengan kampanye gerakan membaca, khususnya di kalangan masyarakat lapis bawah. Membangun masyarakat gemar membaca merupakan bagian dari upaya menuju pendidikan sepanjang hayat melalui pendidikan nonformal. Membangun budaya baca melalui TBM merupakan program yang sangat strategis. Prioritas sasaran pengguna TBM adalah warga belajar dari program-program Pendidikan Keaksaraan (Pemberantasan Buta Aksara), Program Kesetaraan (Paket A setara SD, Paket B Setara SMP, Paket C Setara SMA).
Demi mencapai tujuan tersebut, diperlukan program pembelajaran dengan bentuk dan satuan yang diarahkan pada makna kesejatian belajar. Maksudnya, fokus materi pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar guna menunjang hidup dan penghidupannya.
Program peningkatan budaya baca oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat bertumpu pada tiga pilar utama, yakni 1) Terbentuknya TBM di seluruh pelosok daerah; 2) Bahan bacaan yang sesuai kondisi obyektif masyarakat; 3) Tumbuhnya minat baca masyarakat. (Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, 2006).
Jumlah pengelola TBM di Kab. Sumedang berjumlah 157 orang yang terdiri dari 16 orang yang sudah dilatih (.10%) dan 141 orang yang belum pernah dilatih (.90 %). Adapun tingkat pendidikan dari penyelenggara adalah SMA/MA sejumlah 76 orang (50.%), diploma sejumlah 25 orang (..17.%), dan S1/S2 sejumlah 51 orang (.33.%).
TABEL 12
Jumlah Lembaga, Pengelola,Gedung, Pengunjung
No.
Kecamatan
Lembaga 
Pengelola
Gedung
Pengunjung
Judul Buku
1
Jatinangor
1
5
1
0
250
2
Cimanggung
1
3
1
220
115
3
Tanjungsari
6
25
6
504
2,736
4
Rancakalong
2
8
2
235
350
5
Sumedang Selatan
1
4
1
270
150
6
Sumedang Utara
2
12
2
275
200
7
Situraja
2
6
2
205
250
8
Darmaraja
1
5
1
250
150
9
Cibugel
0
0
0
0
0
10
Wado
0
0
0
0
0
11
Tomo
1
5
1
150
72
12
Ujung Jaya
1
5
1
150
75
13
Conggeang
1
1
0
0
130
14
Paseh
0
0
0
0
0
15
Cimalaka
3
8
3
151
680
16
Tanjungkerta
0
0
0
0
0
17
Buah Dua
4
8
4
240
310
18
Ganeas
1
1
1
0
125
19
Jati Gede
0
0
0
0
0
20
Pamulihan
2
14
2
220
240
21
Cisitu
3
10
3
455
550
22
Jatinunggal
2
7
2
220
350
23
Cisarua
2
6
2
210
200
24
Tanjungmedar
2
9
2
180
240
25
Surian
2
5
2
125
160
26
Sukasari
2
10
2
225
200
Jumlah
42
157
41
4,285
7,533
Sumber: SIM Pendidikan Nonformal Kab. Sumedang, 2009

Adapun sumber dana penyelenggaraan program TBM yang berasal dari APBN, yaitu sejumlah Rp.0 (.0.%), yang berasal dari APBD (provinsi), yaitu sejumlah Rp.0 (0.%), yang berasal dari APBD (kab/kota), yaitu sejumlah Rp.,0 (.0..%),  sementara yang berasal dari Yayasan, yaitu sejumlah Rp..0 (.0..%), yang berasal dari para peserta, yaitu + sejumlah Rp100.000,- (.100..%),